Selamat Datang di E-Bulletin Konsil Kedokteran Indonesia
Edisi No: 07/September/KKI/2011

TUJUAN DAN SUSUNAN ORGANISASI

Tujuan :
Sebagai pertanggungjawaban KKI kepada masyarakat dan merupakan media komunikasi antara KKI dan masyarakat


Penanggung Jawab :
Pimpinan Inti KKI


Dewan Redaksi :
Anggota KKI dan Para Kepala Bagian Sekretariat KKI


Editor Utama :
Astrid

Editor :
1. Sabir Alwy
2. Budi Irawan
3. Teguh Pambudi

Administrator :
1. Moch. Chairul
2. Eliza Meivita
3. Apriansyah


BERITA KKI

Seminar Nasional
"Mutu Pelayanan Kedokteran Sebagai Wujud Perlindungan Masyarakat"


Pelayanan kedokteran yang bermutu tentu menjadi harapan bagi masyarakat terutama bagi pasien yang membutuhkan penanganan medis. Pelayanan praktik kedokteran yang bermutu hanya bisa dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang bermutu, mempunyai knowledge dan skill yang mumpuni dan attitude baik, serta kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya. Dokter/dokter gigi yang bermutu tentu akan memberikan perlindungan kepada masyarakat melalui pelayanan kedokteran yang bermutu dan lebih aman bagi keselamatan pasien.

Pelayanan kedokteran yang bermutu sebagai wujud perlindungan masyarakat, menjadi tema pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Seminar Nasional yang dilaksanakan di Arion Swiss-Belhotel Kemang Jakarta (21/6/2011) dihadiri oleh Menteri Kesehatan Dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, dr, MPH, Dr.PH., Ketua KKI Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P, Para Ketua Organisasi Profesi (IDI/PDGI), para stakeholders, dan para tamu undangan serta peserta seminar dari seluruh Indonesia.

Pembukaan seminar diawali dengan laporan ketua panitia Dr. Laksmi Dwiati, drg, MARS, MHA, MM, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua KKI dan Menteri Kesehatan. Seminar Nasional yang diselenggarakan ini menghadirkan narasumber yang merupakan pakar dan praktisi praktik kedokteran/kedokteran gigi di Indonesia. Selain seminar nasional, juga diadakan temu pers yang dihadiri oleh para wartawan dari berbagai media baik media cetak maupun media elektronik/televisi.

Kata Sambut Menteri Kesehatan

Pada pembukaan Seminar Nasional Konsil Kedokteran Indonesia, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menyampaikan sambutan yang bertema “Pemenuhan Pelayanan Kedokteran Bermutu Sebagai Wujud Perlindungan Masyarakat”.

Sesuai dengan tema Seminar Nasional KKI kali ini, yaitu :Pemenuhan Pelayanan Kedokteran Bermutu sebagai Wujud Perlindungan Masyarakat sangat relevan dengan upaya Kementerian Kesehatan pada periode 2010-2014 untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Selain itu, ada dua momentum penting yang menandai relevansi seminar ini : Pertama, akan dibahasnya RUU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) antara Pemerintah bersama DPR setelah pembahasan RUU BPJS selesai. Kedua, siklus 5 tahunan perpanjangan STR oleh KKI, pasca akreditasi mutu dokter dan dokter gigi oleh organisasi profesi sebagai penyelenggaraContinuing Professional Development (CPD).

KKI merupakan mitra Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan kesehatan, khususnya yang menyangkut praktik kedokteran. Bersama dengan IDI dan PDGI, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, rumah sakit pendidikan dan kolegium profesi, Pemerintah mengembangkan pola koordinasi sekaligus pengaturan bidang kedokteran. Pemerintah dan KKI telah bersama-sama melaksanakan pembangunan kesehatan demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan guna terwujudnya Visi Kementerian Kesehatan : Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Kerja sama Kementerian Kesehatan dengan KKI diharapkan akan memperkuat gaung tentang tujuan pembangunan kesehatan dan visi Kementerian Kesehatan dalam praktik kedokteran/ kedokteran gigi sehari-hari.

Setiap dokter dan dokter gigi adalah teladan masyarakat luas. Karena itu, selain mereka harus terampil, mereka juga harus berperilaku elok dan terpuji. Dengan berperilaku profesional akan terwujud pemenuhan standar pendidikan dan praktik kedokteran yang ditetapkan oleh KKI. Selain itu, para calon dokter/dokter gigi juga akan memperoleh pendidikan yang bermutu. Kelak, dengan adanya UU Dikdok, proses pendidikan tadi juga akan terjangkau, adil, merata sesuai potensi segenap anak bangsa, sekaligus menumbuhkan kecintaan peserta didik untuk mengabdi di daerah terpencil. Proses pendidikan yang baik di rumpun ilmu humaniora kesehatan yang melingkupi rumpun ilmu biomedik dan kedokteran klinik, akan memberikan makna yang dalam bagi perlindungan dan keselamatan pasien. Agar tertanam di masyarakat, bahwa dokter/dokter gigi adalah figur penolong kemanusiaan. Karena, kerelaannya berkorban, kepeduliannya pada penderitaan pasien, empati serta penghargaannya pada hak-hak pasien, dan menjadi pendidik masyarakat luas agar berperilaku hidup bersih dan sehat. Kesemuanya ini adalah inti dari keluhuran profesi dalam lingkup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Keluhuran profesi ini muncul sebagai peneguh janji kita pada masyarakat sesudah sumpah yang kita lafalkan di almamater kita masing-masing. Termasuk janji untuk setiap 5 tahun mempertahankan kompetensi melalui CPD sebagai rangkaian proses re-sertifikasi profesi melalui rantai peran kolegium organisasi profesi (OP) dan KKI. Oleh karena itu, suatu kerja sama yang mantap, berdedikasi tinggi, tulus, terkoordinasi, dan cerdas antara Organisasi Profesi beserta kolegiumnya sangat diperlukan. Kerja sama penyelenggara CPD - termasuk FK/FKG dan RS Pendidikan dengan KKI, harus dipupuk dan dikembangkan. Menkes mengharapkan agar kerja sama ini tidak mengorbankan dokter/dokter gigi yang tengah menunggu proses re-sertifikasi menjelang re-registrasi, ataupun mengorbankan masyarakat. Sebab, para dokter/dokter gigi khususnya di DTPK, di birokrasi, dan yang sedang mengambil pendidikan akan menjadi korban akibat kurang lancarnya kerja sama antara para pemangku kepentingan tersebut.

Hendaknya diperhitungkan cara yang tepat bahwa meskipun ada ratusan ribu dokter dan dokter gigi di negara kita, tetapi semuanya mempunyai peluang yang sama untuk memasuki pintu terpusat di KKI. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, maka berpotensi menimbulkan obstruksi pelayanan. Disinilah diperlukan sikap yang arif untuk mengatasi ekses obstruktif ini. Saya harapkan agar “penyakit” siklus 5 tahunan ini dapat diatasi segera dan tidak terulang lagi.

Jaminan pelayanan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan dianutnya nilai-nilai luhur profesi hendaknya dapat sejalan dan bersinergi dengan nilai-nilai Kementerian Kesehatan dalam periode 2010-2014, yakni : Pro-rakyat, Inklusif, Responsif, Efektif dan Bersih. Nilai pro-rakyat merupakan wujud kepedulian kita kepada permasalahan yang dihadapi rakyat sebagai pasien dan calon pasien - sejalan dengan kaidah altruisme dalam etika kedokteran yang kita kenal. Karena itu, tak jarang ada dokter/dokter gigi yang menggratiskan pelayanannya - khususnya di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan terluar. Bahkan ada yang memberi uang untuk biaya transpor rujukan dari penghasilannya. Kisah-kisah seperti ini merupakan fakta menyejukkan dan menunjukkan pengorbanan dan keterpujian dokter.

Pada kesempatan ini, Menkes mengharap agar KKI dan Organisasi Profesi (OP) mampu secara responsif memberikan kontribusi saran dan kerja sama terhadap reformasi birokrasi yang tengah dijalankan di bidang kesehatan. Marilah kita teruskan kerja sama ini demi kepentingan masyarakat luas. Selanjutnya,KKI dan OP melalui kolegium spesialisnya hendaknya masing-masing mereformasi diri untuk 1) Memperbesar jumlah daya produksi dokter spesialis yang diperlukan masyarakat, 2) Memantapkan sistem rujukan, dan 3) Mengawal terbentuknya BPJS Kesehatan.

KKI melalui Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan OP melalui MKEK/MKEKG dan majelis kolegiumnya, diharapkan dapat ikut : 1) membina dan mengawasi anggotanya supaya menjalankan clinical pathway yang etis sesuai standar profesi dengan pelayanan medik dan sesuai ketentuan INA-CBG, 2) menerapkan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) di semua lini fasyankes, 3) mencegah, mengawasi, dan menyelesaikan konflik etikolegal antar sejawat yang belum reda, dan 4) tidak mengkomersialisasikan praktiknya.

Marilah bersama-sama kita perkokoh PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) khusus kesehatan serta tim/aparatur pengawasan dan pembinaan praktik kedokteran. Para dokter spesialis harus saling berkomunikasi satu sama lain dalam menangani pasien dengan komplikasi, demi kepentingan terbaik pasien. Jangan terlibat dalam : 1) Menolak pasien atau meminta uang muka dari pasien gawat darurat, 2) Saling menjelekkan sejawat, 3).Menyuburkan pelayanan yang terkotak-kotak.4) Menyandera pasien, 5) Kurang menghargai atau gagal mengelola hak atas informasi pasien, atau 6) Menyandera bayi. Marilah kita semua merenungkan kata-kata bijak yang menyatakan : Bagi profesi dokter, bukan kebebasan yang mendahului tanggung jawab, tetapi tanggung jawablah yang mendahului kebebasan.

Kata Sambut Ketua KKI

Dalam sambutannya Ketua KKI Prof. Menaldi Rasmin menyampaikan beberapa persoalan yang dihadapi terutama oleh dokter/dokter gigi yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Minimnya fasilitas di sarana kesehatan di daerah terpencil menjadi kendala bagi dokter/dokter gigi, sehingga sangat sulit untuk melakukan praktik kedokteran sebagaimana semestinya. Persoalan lain muncul dengan tidak diterimanya gaji pada empat bulan kedua dan berikutnya. Hal ini menjadi persoalan serius sehingga banyak dokter dan dokter gigi yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil lari ke daerah-daerah yang memungkinkan dokter dan dokter gigi untuk melakukan praktik kedokteran dan menambah penghasilan.

Persoalan lain adalah masyarakat didaerah-daerah masih sangat membutuhkan tenaga dokter, tetapi bagi dokter dan dokter gigi yang ingin mengabdi harus menunggu sampai satu tahun lebih untuk mendapatkan kesempatan PTT ke daerah-daerah terutama daerah yang memungkinkan bagi dokter dan dokter gigi dapat melakukan praktik kedokteran sebagaimana seharusnya. Selain persoalan tersebut, saat ini tuntutan dari masyarakat terhadap profesi kedokteran semakin banyak, dan bagaimana mereka bisa menjalankan praktik profesi kedokteran dengan aman dan syah serta memenuhi apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Disampaikan juga bahwa kita telah memasuki era global, ekonomi global dan hidup dalam komunitas global termasuk juga di bidang jasa pelayanan kesehatan/kedokteran. Era global merupakan era keterbukaan, sehingga memungkinkan akan masuknya dokter/dokter gigi WNA untuk menjalankan praktik kedokteran di Indonesia. Dari beberapa pasien yang berobat di Indonesia, menceritakan pernah dilayani oleh dokter asing, walaupun hingga saat ini KKI belum pernah mencatat ada dokter WNA yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia, kecuali untuk alih ilmu pengetahuan dan teknologi baru di bidang kedokteran.

Meningkatnya orang Indonesia berobat ke luar negeri tidak membuktikan bahwa kualitas dokter dan dokter gigi kita kurang baik. Tugas kolegium adalah membuat standar mutu pendidikan dan standar kompetensi dokter dan dokter gigi, kemudian KKI sebagai regulator mengesahkannya. Tugas kolegium juga dalam menjalankan progran Pendidikan Profesi Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) dan progran Pendidikan Profesi Kedokteran Gigi Berkelanjutan (P2KGB).

Dari beberapa kali sosialisasi ke daerah-daerah ada beberapa keluhan dari para dokter/dokter gigi yang melakukan registrasi ulang untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi yang cukup lama prosesnya di kolegium. Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh kolegium sebagai bukti bagi dokter/dokter gigi telah memenuhi standar kompetensinya. Disisi lain dokter/dokter gigi tersebut harus menjalankan pelayanan kedokteran secara syah kepada masyarakat. Persoalannya adalah dokter/dokter gigi tersebut tidak bisa melakukan praktik kedokteran karena STR-nya belum bisa di proses di KKI disebabkan Sertifikat Kompetensinya belum diterbitkan oleh kolegium.

Melalui forum ini diharapkan ada kesepahamarn antara KKI, kolegium dan stakeholders lainnya terutama dalam menjaga dan meningkatkan mutu praktik kedokteran. Pelayanan kedokteran yang bermutu akan memberikan perlindungan kepada masyarakat dan lebih aman bagi keselamatan pasien.

Ketua KKI pada akhir sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Menteri Kesehatan yang berkesempatan hadir dan membuka Seminar Nasional Konsil Kedokteran Indonesia. Tak lupa Ketua KKI juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada para pejabat di lingkungan Kementerian Kesehatan dan para undangan lainnya.

Press Conference

Setelah membuka Seminar Nasional KKI, diadakan konferensi pers dengan wartawan dari berbagai media baik cetak maupun media televisi. Ada beberapa point yang didapat dari diskusi yang dilakukan pada konferensi pers tersebut, yaitu : 1). Sesuai arahan Ibu Menteri Kesehatan RI, Upaya yang akan dilakukan Kemenkes RI dalam mengatasi keterlambatan registrasi ulang dokter/dokter gigi : a). Menerbitkan Keputusan Kemenkes RI bahwa dr/drg yang sedang dalam pengurusan STR , legal untuk mengurus SIP, b). Akan ada staf Kemenkes yang diperbantukan (BKO) untuk membantu menerima, memverifikasi dan mengirimkan berkas permohonan STR dr/drg; 2). Harapan Menteri Kesehatan: a). memperbesar jumlah daya produksi dokter spesialis yang diperlukan masyarakat, b). memantapkan sistem rujukan, dan c). mengawal terbentuknya BPJS Kesehatan dan RUU Pendidikan Kedokteran; 3). KKI diminta untuk mengawasi dr/drg agar melakukan praktik kedokteran sesuai dengan clinical pathway dan INA-CBG serta menerapkan penggunaan obat Generik dalam pelayanannya; 4). Memberdayakan PPNS untuk pengawasan terhadap dokter/dokter gigi WNI dan WNA yang melakukan praktik Kedokteran; 5). Sebelum terbentuk PPNS (sesuai UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit), Dewan pengawas RS melakukan pengawasan terhadap mutu dan proses pelayanan Praktik Kedokteran yang dilakukan dr/drg di di RS apakah telah memenuhi kaidah-kaidah profesional dan etika. Tim dibantu tim pengawas internal, mereka bekerja intern di RS, dan tiap bulan melaporkannya; 6). Perlu pemetaan jumlah dan distribusi dokter/dokter gigi bersama dalam rangka pemenuhan kebutuhan; 7). Perlu solusi terhadap dr/drg yang bekerja DPTK yang tidak bisa meng-upgrade keilmuannya/kompetensinya untuk memperbaharui STRnya tanpa mengorbankan mutu dr/drg ybs; 8). Keterlambatan pembayaran gaji dr/drg PTT akan dibicarakan dengan Kementrian Keuangan.

BERITA KKI

Program Adaptasi Pendidikan Kedokteran di Indonesia Belum Berstandar

Program adaptasi dokter/dokter gigi merupakan program pendidikan kedokteran yang wajib dijalankan bagi dokter lulusan luar negeri sebelum menjalankan praktik kedokteran di Indonesia seperti disebutkan dalam UUPK nomor 29 tahun 2004 pasal 30. Evaluasi dan adaptasi bagi dokter WNA/WNI lulusan luar negeri yang akan menjalankan praktik kedokteran perlu dilakukan karena adanya beberapa perbedaan pendidikan kedokteran di luar negeri dan di Indonesia.

Alasan yang mendasari evaluasi dan adaptasi dokter lulusan luar negeri, antara lain adanya perbedaan Fakultas Kedokteran di dunia dalam hal : 1). Standar pendidikan, kurikulum dan metoda evaluasi. 2). Standar kompetensi. 3).Sebaran jumlah dan jenis kasus penyakit. 4). Pendekatan diagnosis dan terapi. 5). Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Sedangkan alasan lain yang mendasari evaluasi dan adaptasi dokter lulusan luar negeri yaitu : verifikasi kesiapan praktik dokter dan dokter spesialis lulusan luar negeri dari aspek keilmuan dan kompetensi. Hal tersebut dimaksudkan sebagai salah satu upaya
perlindungan pasien dan untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan.


Demikian disampaikan Dr. Ratna Sitompul, dr, Sp.M (K) Dekan FKUI sebagai salah satu narasumber pada Seminar Nasional yang dilaksanakan di Swiss-belhotel Jakarta (21/6/2011). Seminar Nasional yang bertemakan “Pelayanan Kedokteran Bermutu Sebagai Wujud Perlindungan Bagi Masyarakat” menhadirkan narasumber yaitu para pakar praktisi praktik kedokteran dan pendidikan kedokteran dan praktisi manajemen rumah sakit.

Program Adaptasi bagi dokter/dokter gigi lulusan luar negeri dilaksanakan oleh beberapa Fakultas Kedokteran/Kedokteran Gigi berakreditasi A. Para peserta program pendidikan adaptasi kedokteran juga harus mengikuti prosedur dan melengkapi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disela-sela pelaksanaan seminar, Humas KKI melakukan wawancara dengan Dr. Ratna Sitompul Wawancara mengenai program adaptasi dengan Dr. Ratna Sitompul, dr, Sp.M Dekan FKUI. Berikut petikannya :

Apakah Program Adaptasi Pendidikan Kedokteran menjamin mutu pelayanan kedokteran sesuai dengan harapan masyarakat?

Itu sangat tergantung dari institusi pendidikannya, peserta program adaptasi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi tentu melalui proses penilaian dan ujian. Jadi bisa dilihat jika ada yang masih kurang maka harus diperbaiki. Upaya penjaminan mutu tentu selalu dilakukan. Program adaptasi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi akan menjamin mutu pelayanan kedokteran/kedokteran gigi jika program adaptasi tersebut dilakukan dengan baik oleh institusi penyelenggara pendidikan program adaptasi kedokteran/kedokteran gigi. Selama ini pelaksanaan program adaptasi sangat tergantung pada kemampuan institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi masing-masing. Persoalannya adalah belum ada standar yang baku bagaimana program tersebut harus dikerjakan. Pelaksanaan program adaptasi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi tersebut diserahkan kepada institusi penyelenggara pendidikan kedokteran program adaptasi (FK/FKG).

Apakah ini berarti setiap institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi mempunyai standar sendiri-sendiri?

Tentu bukan standar sendiri-sendiri dilaksanakan, tetapi tidak ada standar untuk melakukan program adaptasi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi. Selama ini proses pelaksanaan program adaptasi diserahkan kepada institusi penyelenggara pendidikan kedokteran di FK/FKG masing-masing. Tidak ada larangan bagi institusi pendidikan kedokteran untuk menyelenggarakan program adaptasi. Tidak adanya standar pendidikan program adaptasi bukan berarti kita tidak boleh menyelenggarakan atau bahkan melarang program adaptasi yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi. Jadi yang sangat diperlukan saat ini adalah standar untuk melakukan proses pendidikan program adaptasi. Dengan adanya standar maka akan bisa dilakukan evaluasi dan diperbaiki apa saja yang masih kurang didalam penyelenggaraan proses pendidikan program adaptasi. Kita belum pernah melakukan evaluasi dan penilaian terhadap institusi penyelenggara pendidikan adaptasi, apakah semuanya baik apa tidak dalam menyelenggarakan program adaptasi. Kita tidak bisa menjamin output yang dihasilkan dari program adaptasi dijamin semua mutunya baik. Bagi institusi pendidikan kedokteran yang mempunyai pengalaman yang baik dalam melakukan proses pendidikan program adaptasi akan menghasilkan keluaran/output yang baik. Output yang baik tentu akan menjamin mutu pelayanan kedokteran dan keselamatan pasien (patient safety) akan terlindungi sesuai dengan harapan masyarakat.

Bagaimana evaluasi yang dilakukan setelah dokter/dokter gigi tersebut lulus program adaptasi dan menjalankan praktik kedokteran?

Evaluasi dilapangan tentu sangat tergantung pada institusi tempat mereka bekerja. Selama ini kita belum melakukan evaluasi terhadap mereka yang telah selesai melakukan program adaptasi. Untuk melakukan evaluasi hal yang penting dan harus upayakan yaitu melakukan sertifikasi, CPD dan resertifikasi yang dilakukan secara berkala setiap beberapa tahun sekali. Setelah lulus program adaptasi kita tidak boleh membedakan apakah dokter tersebut lulusan adaptasi atau bukan, karena semuanya diperlakukan sama seperti dokter/dokter gigi yang lain.

Anggapan masyarakat terhadap dokter/dokter gigi lulusan luar negeri lebih berkualitas dibandingkan lulusan dalam negeri. Menurut Anda bagaimana?

Tidak semua dokter/dokter gigi lulusan luar negeri bagus dan tidak juga semuanya jelek. Itu sangat tergantung institusi pendidikan dimana mereka menempuh pendidikan dan juga sangat tergantung pada individu yang bersangkutan. Penguasaan knowledge dan skill harus baik, walaupun ada yang knowledge-nya baik tapi skill-nya rata-rata, tetapi ada juga yang knowledge-nya rata-rata tetapi skill-nya baik. Hal yang terpenting adalah standar kompetensi yang dimiliki harus sama sesuai dengan kepakaran dan keilmuannya. dan tidak boleh berbeda.

Mengenai perbedaan kompetensi dan kewenangan tiap-tiap jenis spesialis kedokteran/kedokteran gigi dimana dokter yang melakukan praktik kedokteran yang bukan kompetensinya merupakan pelanggaran disiplin yang mengancam keselamatan pasien. Bagaimana menurut anda?

Kewenangannya tentu harus sesuai dengan kompetensi, keilmuan dan kepakaran apa yang dimiliki oleh dokter/dokter gigi. Setiap dokter/dokter gigi yang telah lulus uji kompetensi berhak menjalankan praktik kedokteran (setelah mendapatkan STR dan SIP) sesuai dengan kewenangannya. Masalah pelanggaran disiplin kedokteran karena dokter/dokter gigi melakukan praktik profesi kedokteran diluar kompetensinya tentu kita harus melihat kasusnya apa dan bagaimana masalah itu bisa terjadi. Pada proses pendidikan adaptasi tentu diajarkan tentang patient safety, sama seperti pendidikan kedokteran yang lain karena output yang dihasilkan harus sama. Walaupun standar administrasi persyaratan program adaptasi sudah ada, tetapi bagaimana proses pendidikan program adaptasi harus dilaksanakan tentu harus dibuat suatu standar. Standar pendidikan dan Standar Prosedur Operasional (SOP) program pendidikan adaptasi dokter/dokter gigi perlu dibuat, agar output yang dihasilkan sesuai dengan kualitas yang diharapkan untuk menjalankan praktik kedokteran di Indonesia, baik dari aspek pengetahuan, ketrampilan dan kompetensinya. Dokter dan dokter gigi yang bermutu tentu dapat memberikan pelayanan kedokteran yang bermutu. Pelayanan kedokteran dengan mutu yang baik akan memberikan pelayanan yang lebih aman bagi keselamatan pasien dan sebagai wujud dari perlindungan terhadap masyarakat.

BERITA KKI

Pasien Berobat Ke Luar Negeri, Benarkah Dokter Kita Kurang Berkualitas?

Sekitar lima persen atau 10 juta lebih penduduk Indonesia setiap tahunnya memilih berobat ke luar negeri. Orang kaya yang ketika merasakan sakit langsung berobat ke luar negeri karena tidak percaya pengobatan di dalam negeri. Kebanyakan ke Singapura dan Malaysia. Mereka menginginkan pelayanan terbaik dan akurasi dari penyakit yang dideritanya. Sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memprediksi gelombang pasien asal Indonesia yang berobat ke luar negeri telah "menerbangkan" devisa senilai Rp 100 triliun. (Sumber : Republika Online, Rabu, 27 Juli 2011).

Sesungguhnya apa yang menyebabkan semakin banyak warga negara Indonesia berobat keluar negeri. Sudah semakin parahkah pelayanan kesehatan terutama pelayanan kedokteran di negeri ini? Atau ada sebab-sebab lain? Bagaimana kita harus bersikap dan memperbaiki diri? Hal tersebut tentu akan lebih baik jika mendapatkan jawaban dari seorang pakar yang ahli di bidangnya.

Berikut wawancara dengan narasumber, seorang pakar dan praktisi kedokteran dan juga Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P.


Bagaimana pendapat Anda mengingat saat ini semakin banyak WNI yang justru lebih memilih berobat ke LN?

Jika ada Warga Negara Indonesia yang berobat ke luar negeri, tentu bukanlah suatu hal yang aneh, tetapi merupakan hal yang biasa dan wajar terjadi. Ada beberapa alasan pasien yang berobat ke luar negeri, diantaranya : karena pasien punya uang, karena mau mencoba bagaimana pengobatan di luar negeri, karena di luar negeri sudah ada obatnya tetapi obat tersebut belum masuk ke Indonesia, sudah ada teknik terbaru dengan peralatan terbaru untuk diagnosis maupun terapi yang belum masuk ke Indonesia atau pasien tersebut dirujuk oleh dokter Indonesia. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang salah, hanya merupakan kecenderungan/trend yang biasa dan wajar terjadi.

Hal yang perlu kita sikapi adalah bagaimana kita harus menangani sekitar 237 juta penduduk Indonesia dikurangi jumlah pasien yang berobat keluar negeri. Bagaimana mereka mendapatkan pelayanan yang baik, yang ramah, yang dengan kepastian, dengan standar keilmuan yang tinggi, dengan standar keterampilan yang tinggi, dengan sarana yang cukup, dengan kenyamanan buat pasiennya, dengan kecepatan pengobatan berjalan.

Permasalahan yang menjadi alasan masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri bisa kita kaji sebagai berikut :

Pertama : Dari aspek budaya masyarakat. Masyarakat kita agak gampang gunjing (red: seperti masyarakat infotainment). Kalau ada orang penting yang berobat ke sarana pelayanan kesehatan di Indonesia, ketika ada salah satu teman atau tetangganya tahu kemudian akan diceritakan ke orang lain. Ini tentu akan menjadi suatu hal yang tidak nyaman, karena yang diceritakan belum tentu sakit. Jika seandainya betul yang bersangkutan sakit, tentu bukan suatu hal yang perlu diceritakan kepada orang lain bahkan masuk ke media massa. Sebenarnya hal tersebut menjadi rahasia kedokteran yang hanya boleh diketahui oleh dokter dan pasiennya. Kerahasiaan itu sudah menjadi previlege/hak pribadi seseorang, kecuali kalau ia mengumumkannya sendiri, maka itu menjadi persoalan lain. Hal-hal semacam ini salah satu yang mendorong pasien yang mempunyai uang untuk berobat ke luar negeri.

Budaya masyarakat kita gemar menjenguk. Setiap ada orang yang sakit, banyak keluarga, tetangga, teman-teman yang datang menjenguk. Akhirnya pasien yang berobat tidak pernah bisa istirahat. Berobat ke luar negeri sebagai alasan untuk berobat sekaligus istirahat. Aspek budaya dan pendidikan pasien dan masyarakat kita yang kadang-kadang juga tidak mudah untuk kita benahi.

Kedua : Dari aspek rumah sakit. Ternyata sudah banyak rumah sakit di Indonesia yang sudah berstandar internasional dengan sertifikasi internasional, tetapi dengan kondisi pelayanan yang masih seperti itu dan budaya masyarakatnya masih seperti itu, maka bagi pasien yang mampu akan lebih memilih untuk berobat ke luar negeri.

Ketiga : Dari aspek sistem jenjang pelayanan kesehatan, sistem pelayanan kesehatan dan sistem jaminan kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan belum terjaga mutu dan jaminan mutu. Sistem jaminan kesehatan belum terbangun dengan baik. Sistem jenjang pelayanan kesehatan belum terjaga dan belum bisa diterapkan dengan baik, sehingga belum ada rujukan secara berjenjang. Hal ini yang membuat masyarakat menjadi bingung. Sebagai contoh : rumah sakit besar seperti RSCM didatangi oleh pasien dari seluruh pelosok negeri justru untuk kasus-kasus penyakit yang seharusnya bisa ditangani di rumah sakit propinsi atau rumah sakit kabupaten/kodya atau bahkan mungkin Puskesmas.

Pengantar jemput/pengunjung pasien berarti ada aspek biaya yang dikeluarkan tidak hanya bagi keluarga pasien, tetapi juga bagi rumah sakit. Pada rumah sakit yang kebanjiran pasien, dokter akan bingung dan sulit untuk mengukur kapan bisa menyelesaikan suatu kasus, jika masalah tidak bisa diselesaikan maka kasusnya kian menumpuk. Bagi manajemen rumah sakit juga bingung, ketika pasien tidak tertampung di ruang pelayanan, maka rumah sakit akan dituduh melalaikan pasien. Dan jika pada kondisi tersebut terpaksa pasien harus ditampung, maka kamar akan berjejal-jejal menampung pasien dan seolah-olah pasien terlantar. Persoalannya akan semakin rumit bila sampai diberitakan di koran atau media massa lainnya.

Jadi ada permasalahan sistem, ada masalah pendidikan dan budaya masyarakat yang belum siap untuk itu, profesional para penyedia jasa layanan kesehatan seperti manajemen dan dokternya yang memang harus lebih baik lagi. Memang permasalahan tersebut tidak bisa kita tutup-tutupi. Dokternya harus lebih komunikatif, harus lebih banyak punya waktu yang cukup dengan pasien, lebih teliti dengan pekerjaannya, dan harus terus memutakhirkan dirinya dengan ilmu-ilmu yang baru.

Di Konsil Kedokteran Indonesia, pertama yang kita benahi adalah profesi dokternya supaya dokternya lebih berkualitas. Kita senantiasa lebih terbuka untuk mendapatkan asupan-asupan yang lebih baik yang dibutuhkan agar kita bisa keluar dari persoalan-persoalan tersebut. Kadang-kadang para dokter dan direktur rumah sakit seolah-olah tidak pernah berfikir kalau suatu saat mereka bisa menjadi seorang pasien. Mereka hanya berfikir sebagai seorang sebagai dokter atau manajer rumah sakit. Dokter seharusnya bisa berfikir dari sudut pandang pasien.

Menanggapi opini sebagian masyarakat terhadap kualitas dokter lulusan luar negeri yang dianggap lebih baik dibandingkan dokter lulusan dalam negeri. Bagaimana pendapat Anda?

Itu merupakan hal yang biasa terjadi, seperti sebuah roti yang bermerk padahal pabriknya berada di `kampung' juga. Televisi yang tidak bermerk dapat menghasilkan gambar yang kualitasnya sama dengan yang bermerk. Semua itu hanya kebiasaan manusia saja. Tetapi sebaiknya bagi kita yang berkecimpung di profesi kedokteran melihat itu sebagai suatu tantangan untuk memperbaiki diri untuk melangkah maju kedepan. Coba tunjukkanlah bahwa dokter kita mempunyai kemampuan yang sama baiknya, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan dokter lulusan luar negeri. (Ketua KKI meyakinkan bahwa dokter lulusan dalam negeri tidak kalah dengan lulusan luar negeri). Di beberapa hal bahkan dokter Indonesia mempunyai kemampuan yang lebih. KKI sendiri telah banyak mengeluarkan Letter of Goodstanding (LoG) untuk dokter-dokter kita yang mengajar di fakultas kedokteran di luar negeri atau diminta untuk melakukan tindakan/praktik kedokteran di luar negeri, artinya dokter-dokter Indonesia tidak kalah kualitasnya dibandingkan dengan dokter luar negeri. Dokter-dokter Indonesia sudah banyak yang diminta sebagai dosen di fakultas kedokteran maupun sarana pelayanan kesehatan di Singapura, Australia, Jepang bahkan Amerika Serikat.

Kalau masyarakat tidak mengetahui itu semua merupakan tantangan bagi kita semua untuk lebih profesional. Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat akan kepastian ketersediaan tenaga dokter. Salah satunya supaya dokter lebih profesional. Caranya yaitu jangan terlalu banyak tempat praktik. Cukup satu atau dua tempat praktik yang betul-betul meyakinkan masyarakat akan ketersediaan dokter. Dokter jangan takut tidak mendapatkan pasien, sehingga harus berlari dari satu tempat praktik ke tempat praktik yang lain, seolah-olah takut tidak mendapatkan pasien. Ketika pasien membutuhkan seorang dokter disuatu tempat praktik, maka dokter tersebut tidak ada ditempat tersebut karena sedang berada di tempat praktik lainnya. Akibatnya pasien harus lama menunggu atau bahkan tidak tertolong karena keterlambatan si dokter. Itu salah satu yang membuat citra pelayanan kedokteran menjadi kurang baik. Berikan keyakinan kepada masyarakat akan ketersediaan dokter/dokter gigi agar masyarakat punya penilaian yang baik terhadap pelayanan kedokteran.

Dokter/dokter gigi harus membiasakan diri untuk merasa tidak lebih pintar dibandingkan yang lainnya. Kerjakan dengan sungguh sungguh apa yang Anda bisa sesuai dengan bidang keahliannya. Segeralah melakukan rujukan sesuai dengan bidang yang tepat dengan kebutuhan dan tepat yang seharusnya diperoleh oleh pasiennya. Berikan kepercayaan kepada pasien bahwa dokter ini tahu tentang bidangnya dan juga tahu ini bukan bidangnya, sehingga dengan cepat melakukan rujukan kepada dokter lain yang sesuai dengan bidangnya. Jangan sampai seolah semuanya bisa ditangani sendiri tetapi dirujuk kepada dokter lain yang lebih menguasai bidangnya sehingga apa yang dilakukan dokter akan lebih aman untuk keselamatan pasien. Dokter/dokter gigi harus terus memutakhirkan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang ada.

Ada opini yang mengatakan bahwa dokter luar negeri yang menangani pasien-pasien WNI di luar negeri mempunyai pendapat minor terhadap dokter-dokter kita.

Itu hal yang tidak kita pungkiri. Persoalannya mau kita apakan dokter tersebut. Apa mau kita tangkap? Mau kita tuntut? Lebih baik kita tunjukan bahwa kita lebih profesional dibandingkan dengan dokter luar negeri. Dokter luar negeri itu melakukan praktik kedokteran itu motivasinya apa sementara dokter kita melakukan praktik kedokteran motivasinya apa. Kalau motivasi kita jelas-jelas untuk kemanusiaan dan untuk kepentingan pasien maka kita tidak perlu ribut-ribut dengan dokter luar negeri.

Barangkali bukan pasien/keluarganya mengobral cerita, atau memang pasiennya pernah punya pengalaman diperlakukan seperti itu. Kalau dokter luar negeri berperilaku profesional yang baik, tentu tidak akan bercerita seperti itu.

Jadi intinya mulailah dari diri kita sendiri. Berbuatlah yang paling profesional. Tidak perlu peduli dengan apapun kata orang luar negeri. Yakinkan kepada pasien-pasien kita yang pernah berobat ke luar negeri bahwa kita lebih santun, kita lebih hormat, kita lebih berwibawa. Jika kita lebih tidak pernah menjelekan teman sesama profesi walaupun itu dokter dari negara lain, pasti orang kita lebih dihormati pasien.

Kalau saya sangat yakin betul kalau dokter kita pintar, ilmunya mumpuni, dan terampil. Pasien akan merasa rugi kalau tidak ditolong oleh dokter Indonesia. Itu seharusnya yang bisa dibangun oleh dokter kita sehingga masyarakat akan semakin percaya kepada dokter kita sendiri. Ilmu dan keterampilan yang dimiliki dokter/dokter gigi tidak ada artinya kalau dokter/dokter gigi tersebut tidak bisa membuktikan kepada masyarakat. Suatu kerugian bagi dokter kalau masyarakat tidak percaya.

Dari hasil wawancara tersebut membuka wawasan bagi kita, bagaimana kualitas dokter/dokter gigi kita. Memang banyak hal yang perlu diperbaiki dan bukan hal yang mudah untuk membuktikannya. Perubahan harus terus dilakukan dari segala aspek dan tingkatan.

Pertama : Di tingkat pemerintahan. Perubahan kebijakan mengenai sistem pelayanan kesehatan, sistem penjaminan kesehatan, sistem rujukan dan lain sebagainya.

Kedua : Di tingkat organisasi, rumah sakit harus melakukan perubahan dengan pelayanan yang lebih ramah, dan profesional serta terus memperbaiki diri dengan sarana, fasilitas dan peralatan terkini sesuai dengan kebutuhan. Dan yang penting harus ada dukungan SDM Kesehatan (dokter, perawat, dll) yang kompeten dan profesional. Pelayanan rumah sakit tidak lagi doctor oriented, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan/pasien (customer oriented), dengan memberikan pelayanan yang bermutu (quality services), dan selalu meningkatkan mutu pelayanan (quality improvement), serta selalu mengutamakan keselamatan pasien (patients safety).

Ketiga : Perubahan di tingkat masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, budaya, perilaku dan gaya hidup masyarakat gemar berobat keluar negeri, walaupun faktor lain ikut mempengaruhi yaitu tingkat sosial ekonomi. Masyarakat masih bisa berubah, masyarakat masih bisa di didik walaupun agak sulit. Para pemimpin bangsa ataupun public figure harus meneladani masyarakat dengan tidak memberikan contoh tidak pergi berobat ke luar negeri kecuali dengan alasan lain. Masyarakat pun harus diberikan keyakinan dan kepercayaan yang tinggi terhadap kualitas dokter kita yang baik dengan pelayanan kedokteran yang lebih baik lagi.

Keempat : Perubahan di tingkat individu. Dokter/dokter gigi harus terus melakukan upgrade keilmuannya sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran/kedokteran gigi dan harus sanggup membuktikan kepada publik kalau kualitas dokter kita lebih baik dari dokter luar negeri yaitu dengan memberikan pelayanan kedokteran yang bermutu, ramah dan profesional. Dokter harus mampu menciptakan hubungan dan komunikasi yang adekuat dengan pasien. Manfaatkan dengan baik “moment of trush” saat pertama bertemu dengan pasien. Disinilah citra dokter/dokter gigi akan terbangun, masyarakat akan percaya dan yakin dengan kualitas dokter kita. Yakinlah dan pastikan itu akan terjadi.