Selamat Datang di E-Bulletin Konsil Kedokteran Indonesia
Edisi No: 07/September/KKI/2011

TUJUAN DAN SUSUNAN ORGANISASI

Tujuan :
Sebagai pertanggungjawaban KKI kepada masyarakat dan merupakan media komunikasi antara KKI dan masyarakat


Penanggung Jawab :
Pimpinan Inti KKI


Dewan Redaksi :
Anggota KKI dan Para Kepala Bagian Sekretariat KKI


Editor Utama :
Astrid

Editor :
1. Sabir Alwy
2. Budi Irawan
3. Teguh Pambudi

Administrator :
1. Moch. Chairul
2. Eliza Meivita
3. Apriansyah


EDITORIAL

DOKTER SPESIALIS PRAKTIK PERORANGAN SEBAGAI DOKTER UMUM

Undang Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 mengatur jumlah tempat praktik, sebagaimana diatur dalam pasal 37, ayat 2. Dalam penjelasannya dikatakan tidak termasuk tempat praktik antara lain dalam bakti sosial, penanganan korban bencana, tugas kenegaraan yang bersifat insidentil. Keadaan ini tidak memerlukan surat ijin praktik tetapi cukup memberitahukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Surat Ijin Praktik terhitung pula dimana tempat dokter tersebut bekerja sebagai dokter antara lain Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Didalam Undang Undang Praktik Kedokteran tidak disebut apakah dokter spesialis boleh berpraktik dokter umum. Dalam Per Menkes No. 512 / 2007 pasal 19 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki serta kewenangan lain yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan demikian seorang dokter yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi sebagai dokter/dokter gigi spesialis selayaknya berpraktik sebagai dokter spesialis.

Timbul permasalahan bagaimana dokter spesialis yang tidak terkait langsung dengan pasien atau yang hanya berhubungan dengan jenasah (antara lain spesialis patologi, farmakologi, mikrobiologi atau kedokteran forensik). Atau tenaga dokter spesialis tersebut masih dibutuhkan membantu pelayanan dokter/dokter gigi umum di sarana pelayanan kesehatan suatu institusi. Pada Per Menkes No.512/2007 pasal 5 ayat (3) disebutkan "Dalam hal terdapat keperluan pelayanan medis di daerah, Konsil Kedokteran Indonesia dapat menetapkan STR dokter spesialis atau STR dokter gigi spesialis, berkompeten pula sebagai dokter atau dokter gigi, sesuai permintaan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri. Yang pada kenyataannya sampai dengan saat ini KKI belum pernah menerima surat permintaan tersebut.

Bagaimana dengan praktik perorangan sebagai dokter umum. Secara logika seorang dokter spesialis lulusan Indonesia haruslah melalui pendidikan/ijasah dokter/dokter gigi umum. Dengan demikian mereka tentunya mempunyai kompetensi sebagai dokter umum. Selain itu di daerah tertentu, masyarakat masih membutuhkan dia sebagai dokter umum. Kalau di sarana pelayanan kesehatan boleh sebagai dokter umum, walau tentunya atas permintaan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, maka di praktik perorangan logikanya juga dapat, agar tidak menimbulkan standar ganda. Tentunya problematik ini memerlukan solusi yang tepat dan perlu pemikiran dan keputusan bersama antara Organisasi Profesi (IDI/PDGI) dengan Kolegiumnya, Menteri Kesehatan (dengan jajarannya antara lain Dinas Kesehatan), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, KKI dan mungkin beberapa pemangku kepentingan lain yang terlibat.

Sebelum ada kesepakatan bersama tersebut perlu diambil sikap sementara. Sikap tersebut berupa diperkenankannya dokter spesialis berpraktik dokter umum perorangan. Sikap ini bukan keputusan KKI tetapi lebih bersifat wacana yang perlu masukan dari para pemangku kepentingan. Sampai kapan dokter spesialis boleh berpraktik perorangan? Tentunya sampai dengan ada keputusan bersama definitif yang disyahkan KKI. Andaikata keputusan definitif tersebut belum ada, padahal STR yang bersangkutan sudah akan habis, dimana untuk memperpanjang STR diperlukan Sertifikat Kompetensi dengan bukti CPD, maka dokter spesialis tersebut tentunya harus menyampaikan CPD bagi dokter umum dan CPD bagi dokter spesialis ke IDI/PDGI untuk memperoleh Surat Keterangan Kompetensi/Sertifikat Kompetensi sebagai syarat mengajukan STR. Selanjutnya KKI dapat menerbitkan STR dokter umum dan STR spesialis berdasar dua kompetensi dokter tersebut yang diberika IDI/PDGI. Sehubungan dengan ini KKI perlu mempertimbangkan adanya Peraturan Konsil tentang memberikan dua STR yaitu STR dokter umum dan STR spesialis bagi dokter/dokter gigi spesialis yang menginginkan berpraktik perorangan dokter/dokter gigi umum.

BERITA KKI

PERTEMUAN AKHIR
ANALISIS STANDAR PENDIDIKAN & STANDAR KOMPETENSI
DOKTER GIGI SPESIALIS MASING-MASING CABANG ILMU
BOGOR, 5-7 NOVEMBER 2008

Sesuai dengan amanat UU No. 29 Tahun 2004, Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mensahkan standar pendidikan, dan melakukan pembinaan. Berkaitan dengan pendidikan kedokteran gigi, Konsil Kedokteran Indonesia dalam hal ini Divisi Standar Pendidikan Kedokteran Gigi bersama dengan stakeholders terkait sesuai dengan fungsi dan tugasnya telah menetapkan standar pendidikan dan standar kompetensi dokter gigi/dokter gigi spesialis, pedoman pembukaan prodi dokter gigi dan dokter gigi spesialis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan kedokteran gigi. Standar dan pedoman tersebut telah disahkan KKI dan diimplementasikan oleh stakeholders.

Khusus untuk penerapan cabang ilmu kedokteran gigi yang disahkan KKI pada Desember 2007 setelah disepakati stakeholders terkait, antara lain adanya cabang ilmu kedokteran gigi Interdisiplin. Kesepakatan penetapan cabang ilmu kedokteran gigi Interdisiplin telah ditindaklanjuti dengan langkah-langkah implementasinya. Pada tanggal 10 Juli 2008 telah diperoleh kesepakatan mengenai Komite Cabang Ilmu Kedokteran Gigi Interdisiplin yang berfungsi mempersiapkan implementasi penerapan cabang ilmu kedokteran gigi Interdisiplin. Pada pertemuan tanggal 23-25 Oktober lalu telah didapatkan informasi mengenai persiapan implementasi yang masih perlu difasilitasi oleh KKG. Untuk itu perlu diadakan pertemuan akhir pada tanggal 5-7 November 2008 untuk membahas lebih lanjut tentang persiapan implementasi penerapan cabang ilmu kedokteran gigi interdisiplin.

Tujuan pertemuan adalah untuk memastikan langkah-langkah pelaksanaan kesepakatan implementasi penerapan cabang ilmu kedokteran gigi Interdisiplin.

HAL-HAL YANG PERLU DIBICARAKAN PASIEN DENGAN DOKTER

Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, diharapkan bahwa pasien tidak lagi bersikap menyerahkan sepenuhnya, begitu saja, kepada dokter yang memeriksa/mengobatinya. Pasien perlu melibatkan diri secara aktif dalam proses pemeriksaan dan tindakan pengobatan. Sikap seperti yang dipaparkan berikut ini sangat diharapkan dari pasien :
* Meminta penjelasan tentang pelayanan medis yang dapat diberikan di tempat pelayanan yang dikunjungi.
* Meminta kejelasan tentang tarif yang harus dibayar untuk pelayanan kesehatan yang digunakan.
* Memaparkan keadaan kepada dokter yang memeriksa, termasuk menceritakan awal dirasakannya keluhan tersebut dan berbagai kemungkinan yang bisa dikaitkan dengan keluhan.
* Menyampaikan informasi tentang hal-hal/tindakan yang sudah dilakukan sehubungan dengan keluhan tersebut.
* Meminta penjelasan kepada dokter untuk hal-hal yang tidak dipahami ketika dokter memberikan informasi mengenai keadaan dan situasinya.
* Meminta penjelasan mengenai prognosis penyakit.
* Meminta penjelasan tentang pilihan lain dari yang dianjurkan dokter, berkaitan dengan proses pemeriksaan/pengobatan.
* Mengajukan cara lain dari yang disarankan karena menganggap lebih sesuai dengan kemampuannya, atau lebih memungkinkan daripada kalau mengikuti pemeriksaan dan atau pengobatan yang ditawarkan dokter.
* Meminta berkas atau membuat fotokopi dari data pemeriksaan (hasil pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan sebagainya) dan menyimpannya sebagai arsip pribadi yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mencari opini lain, bahkan berpindah ke tempat pelayanan medis/dokter lain.
* Meminta penjelasan tentang kemungkinan lain dari cara yang dianjurkan dokter, berkaitan dengan proses pemeriksaan/pengobatan, serta mengajukan pilihan lain dari yang disarankan berdasarkan kemampuannya.
* Menanyakan hal-hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai sehubungan dengan penyakit yang diderita maupun pemeriksaan/pengobatan yang dilakukan.
* Menyampaikan penjelasan mengenai pihak-pihak yang ingin dilibatkan dalam proses pemeriksaan atau pengobatan, seperti keluarga atau pihak lain yang ditunjuk.
* Memperoleh penjelasan mengenai 'akhir hubungan' dengan tempat pelayanan kesehatan/dokter yang merawat.
* Memperoleh penjelasan agar dapat menyiapkan diri untuk menerima kenyataan yang paling buruk dari penyakit yang diderita.

-MMA-
Mulyohadi Ali,Mohammad.Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien.2006.hal.32.Penerbit Konsil Kedokteran Indonesia.Jakarta